MANUSIA
SEUTUHNYA
MENURUT
AGAMA BUDDHA
Pengertian
Manusia Seutuhnya
Manusia
seutuhnya menurut Buddha Dharma adalah seseorang yang telah melenyapkan
kekotoran Batin atau sekurang-kurangnya telah mencapai Sottapanna.
Kekotoran Batin dalam
Buddha Dharma dibagi menjadi 3 yakni :
1.
Lobha yaitu keserakahan
2.
Dosa yaitu kebencian
3.
Moha yaitu kebodohan
Sottapanna
merupakan tingkatan kesucian pertama dimana seseorang telah berhasil
melenyapkan tiga belenggu (samyojana) dari sepuluh belenggu batin. Manusia
merupakan perpaduan antara 5 gugus kehidupan (Pancakkhanda) yang terdiri dari:
1.
Kelompok Jasmani (rupa)
2.
Kelompok Perasaan (vedana)
3.
Kelompok Pencerapan (sanna)
4.
Kelompok Bentukan Kehendak (sankhara)
5.
Kelompok Kesadaran (vinnana)
Jadi
manusia seutuhnya dalam hal ini adalah umat Buddha yang sejahtera secara
material dan memiliki moral yang tinggi. Manusia seutuhnya bukan dilihat dari
kesempurnaan fisik. Seseorang yang terlahir rupawan, sehat, tidak cacat, pintar
secara intelektual, kaya materi, belum tentu dapat disebut sebagai manusia
seutuhnya. Manusia seutuhnya adalah manusia yang hidup dengan menjunjung tinggi
dan menjalani nilai-nilai kemanusiaan, seperti kedermawanan, kebajikan,
kemoralan, dan kebijaksanaan.
Seorang
manusia harus merenungi mengapa kita lahir ke dunia dan apa tujuan kita
menjalani kehidupan kita. Apakah kehidupan yang kita jalankan bermakna atau
tidak. Kalau kita mencermati bagaimana cara seseorang menjalani hidup, kita
akan menemukan banyak jawaban untuk sebuah pertanyaan: apa tujuan hidupmu? Ada
yang bertujuan hidup untuk memenuhi cita-cita karier dengan tujuan menghasilkan
uang atau ketenaran. Ada sebagian yang bertujuan untuk mengumpulkan pahala demi
kebahagiaan di surga kelak. Namun, banyak juga yang tidak punya tujuan yang
jelas.
Manusia
hidup di dunia memiliki tujuan antara lain:
1.
Hidup harmonis antar sesama dengan
mewujudkan cinta kasih
2.
Membina Batin untuk mencapai tingkat
kesucian
3.
Memanfaatkan berkah-berkah alam untuk
membantu pencapaian kesucian.
Sampai saat ini masih sedikit sekali
orang yang melihat tujuan kelahiran sebagai manusia dari kacamata Buddhis,
yaitu untuk memutuskan lingkaran samsara siklus lahir-mati yang berulang-ulang,
dan merealisasikan Nibbana (Nirvana).
Kualitas atau standar kemanusiaan kita
dapat diukur dengan praktek-praktek pengembangan moralitas. Ada 5 hal yang
menjadi pantangan bagi umat Buddha sebagai latihan kemoralan (Pancasila
Buddhis) yaitu:
1.
Menghindari menyiksa dan membunuh
makhluk hidup
2.
Menghindari mengambil barang yang tidak
diberikan
3.
Menghindari perbuatan asusila
4.
Menghindari berucap kata yang tidak
benar
5. Menghindari
meminum minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan atau yang
menyebabkan ketagihan.
Sejalan dengan lima pantangan tersebut,
umat Buddha juga secara aktif mengembangkan 5 kebajikan (Panca Dharma) yaitu:
1.
Mengembangkan cinta kasih dan kasih sayang
kepada semua makhluk (metta-karuna)
2.
Melaksanakan penghidupan yang benar
(samma ajiva)
3.
Mampu berpuas diri dan menjaga harmoni
(santutthi)
4.
Jujur dan hanya mengatakan hal yang
bermanfaat (sacca)
5. Menjaga
kewaspadaan (sati sampadana)
Buddha Dharma dengan problematik
Siswa
Masa
remaja merupakan masa-masa yang sangat penting dalam perkembangan seseorang.
Bahkan masa ini sering disebut dengan “Masa Kritis” yaitu masa atau saat dimana
banyak masalah. Sesungguhnya bukan hanya masa remaja saja kita mengalami
masalah, bahkan sepanjang hidup kitapun sebenarnya memiliki rentetan masalah
yang saling bergantungan satu sama lain yang harus dihadapi.
Pada masa remaja masa ingin tahu mencoba
hal-hal baru sangatlah kuat maka sering muncul persoalan-persoalan seperti
penyalahgunaan narkoba, aborsi, pemerkosaan, tawuran pelajar dan sebagainya.
a.
Penyalahgunaan
Narkotika
Narkotika
mencakup bahan-bahan lain yang dapat dipakai sebagai bahan pengganti morphine atau
kokaina. Selain itu masih banyak lagi berbagai macam obat berbahaya sejenisnya
yang dapat mempengaruhi kesadaran, fungsi mental dan fisik manusia. Pemakaian obat-obatan
tersebut, diluar pengawasan dokter dapat menimbulkan keadaan yang tidak
terkuasai oleh si pemakai, atau menimbulkan keadaan yang berbahaya bagi orang
lain.
Ada
5 faktor yang harus diwaspadai oleh para remaja terhadap maraknya
penyalahgunaan narkoba:
1.
Faktor
Kemudahan, dengan mudah bisa mendapatkan narkoba
2.
Faktor
Fisik, ingin lebih percaya diri dan menghilangkan rasa
sakit
3.
Faktor
Emosional, pelarian untuk mengurangi ketegangan dan mengubah
suasana hati
4.
Faktor
Intelektual, bosan dengan rutinitas dan ingin
coba-coba
5.
Faktor
Interpersonal, ingin diakui, menghilangkan rasa
canggung, solidaritas dan ikut pergaulan.
Ketidaktahuan atau
kebodohan merupakan salah satu akar dari kejahatan (akusala mula). “Bergantung
pada ketidaktahuan maka terjadilah bentuk-bentuk karma” Demikian dijelaskan
oleh Sang Buddha (Samyutta Nikaya XII, 3:22).
“Orang
yang gila perempuan, gemar bermabuk-mabukan, keranjingan judi, menghambur-hamburkan
apa saja yang dimilikinya, inilah sebab-sebab kemerosotan”. (Parabhava sutta).
Khususnya
mengenai ketagihan bahan yang memabukkan, Buddha mengingatkan: Ada 6 akibat
buruk bagi orang yang ketagihan minuman yang memabukkan yakni:
1.
Kehilangan harta dengan cepat
2.
Bertambahnya pertengkaran
3.
Mudah terkena penyakit
4.
Kehilangan watak yang baik
5.
Penampilan yang buruk
6.
Melemahkan kecerdasan
(Digha Nikaya 31,
Sigalovada Sutta)
b.
Aborsi
Banyak alasan atau
sebab-sebab yang melatarbelakangi dilakukannya aborsi, misalnya pola hidup
dimana nilai-nilai berkenaan dengan kehidupan seksual semakin longgar. Misalnya
berkumpul secara bebas, seks bebas asal suka-sama suka. Ini merupakan akibat
dari perkembangan dan perubahan perikehidupan modern dengan konotasinya yang
dangkal dan dasar keimanan yang tipis.
Dalam agama Buddha, yang dimaksud
makhluk adalah gumpalan sel yang mempunyai jasad-jasad energi hidup (kekuatan
karma) atau dalam kehidupan sehari-hari disebut jasad yang mempunyai jiwa.
Jasad-jasad energi hidup tadi dimulai pada waktu bertemunya sel ovum dan sel
sperma (sel pria dan wanita) melalui kekuatan karma, yaitu getaran-getaran
karma dari kedua orang tuanya. Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa sejak
terjadinya pertemuan antara sel ovum dan sel sperma yang dibarengi adanya
getaran-getaran karma, maka sejak itu pula telah munculnya makhluk.
Setelah kita mengetahui apa yang
dimaksud dengan makhluk, maka dengan tegas dapat dikatakan bahwa aborsi
termasuk perbuatan membunuh dan itu jelas melanggar sila. Dalam Agama Buddha
suatu perbuatan dikatakan membunuh apabila memenuhi syarat yakni:
1.
Adanya suatu makhluk hidup
2.
Sadar bahwa itu adalah makhluk hidup
3.
Ada niat untuk membunuhnya
4.
Melakukan tindakan pembunuhan
5. Makhluk
itu mati akibat pembunuhan
“Seseorang
wanita atau pria yang membunuh makhluk hidup (manusia maupun hewan), kejam dan
gemar memukul serta membunuh tanpa belas kasihan kepada makhluk hidup, akibat
perbuatan yang telah dilakukan itu ia akan dilahirkan penuh kesedihan dan
penderitaan. Apabila ia dilahirkan kembali sebagai manusia dimana saja ia akan
bertumimbal lahir, umurnya tidaklah akan panjang”. (Majjhima Nikaya 135)
Usaha
pencegahan aborsi dapat dilakukan melalui pendidikan seks yang benar, mendidik
remaja pria dan wanita bagaimana menjadi insane yang bertanggung jawab terhadap
dirinya, keluarga, agama, lingkungan dan masyarakat.
Memandang
Kehidupan seutuhnya
Alam
manusia adalah alam yang paling menguntungkan karena di dalamnya terdapat perpaduan
antara suka dan duka yang memberikan banyak kesempatan bagi kita untuk
menyadari sifat sejati kehidupan. Di alam manusia ini juga kita memiliki banyak
kesempatan untuk berkarya suci dalam mengembangkan kebajikan, melatih diri
dalam pembinaan batin untuk bisa mencapai kesucian Nibbana (Nirvana).
Untuk hidup lebih baik dan menjadi
manusia seutuhnya, kita dapat memegang 3 prinsip:
1.
Jadilah
baik (be good)
Jagalah perbuatanmu, jangan lakukan
perbuatan buruk apapun. Banyaklah melakukan kebajikan. Jadikan dirimu
bermanfaat bagi banyak orang dan hiduplah sesuai Dharma.
2.
Jadilah
bahagia (be happy)
Berbahagialah tanpa syarat. Kita sering
kali membuat syarat bagi kebahagiaan kita: saya belum bahagia, saya baru akan
bahagia jika saya sudah lulus SMA, jika saya sudah kuliah, jika saya sudah
bekerja, jika saya sudah menikah….Dengan terus membuat syarat bagi datangnya
kebahagiaan, kita tidak akan pernah benar-benar bahagia. Oleh sebab itu,
berbahagialah di sini dan saat ini juga.
Konsep lama Time is money membuat
manusia hidup penuh dengan tekanan batin dan tidak bahagia.
Konsep dunia satu keluarga Time is
happiness mendatangkan kehidupan yang harmonis dan bahagia.
Inilah yang mendasari DMG mempromosikan
Jam Bahagia.
3.
Jadilah
berkesadaran (be mindful)
Kita seringkali tidak mengerti apa yang kita
pikirkan, ucapkan dan lakukan karena kita tidak pernah benar-benar memberikan
perhatian penuh terhadap diri kita: pikiran, perkataan, dan perbuatan kita.
Oleh sebab itu, seringkali kita melukai diri kita sendiri dan orang lain. Orang
selalu penuh perhatian ke dalam diri, pasti akan mengucapkan dan melakukan
hal-hal yang baik yang akan membuat dirinya selalu bahagia. Salah satu cara
melatih perhatian kita adalah dengan melakukan Introspeksi diri atau Samadhi.